CONTOH KONVERSI TEKS CERPEN MENJADI NASKAH DRAMA
Halo, berjumpa lagi dengan Pika. Kali ini admin ingin membagikan contoh konversi dari teks cerpen menjadi naskah drama. Di bawah ini akan admin tampilkan hasil konversi naskah drama yang berjudul "Lelaki Tua dan Makam Sederhana" karya Santhy Aghata. Jika kalian ingin mengunjungi teks cerpennya, silahkan kunjungi laman berikut ini
https://www.google.com/search?q=cerpen+lelaki+tua+dan+makam+sederhana&oq=cerpen+lelaki+tua+dan+makam+sederhana&aqs=chrome..69i57.22060j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.google.com/search?q=cerpen+lelaki+tua+dan+makam+sederhana&oq=cerpen+lelaki+tua+dan+makam+sederhana&aqs=chrome..69i57.22060j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Semoga bermanfaat!
BABAK 1
Narator : Norman adalah seorang pengusaha
sukses yang berkecukupan, dan ia mencintai Idha istrinya. Pernikahan mereka
bahagia, tetapi semuanya berubah setelah masa lima tahun pernikahan mereka
berlalu dan Idha tak kunjung hamil. Keluarga
besar Norman adalah keturunan ningrat dengan
Norman sebagai anak satu-satunya.
Suatu hari Norman mengikuti makan bersama
keluarga besarnya tanpa Idha.
Ibu Norman : “Norman, sudah lima tahun kamu
menikah dengan Idha. Belum
adakah tanda-tanda Idha hamil?“ (dengan nada
ketus)
Norman : “ Belum bu ” (ia bersikap acuh)
Ibu Norman : “Apa mungkin Idha mandul? Ceraikan
saja dia, atau kamu mau
mengambil istri kedua? Ada banyak anak
perempuan dari teman Ibu yang masih
lajang, mungkin kamu mau berkenalan dengan
salah satu dari mereka? Mereka juga
keturunan ningrat sama seperti kita,tidak
seperti istrimu Idha yang dari kalangan
biasa.”
Saudara Sepupu :
“Benar kata ibumu itu Norman.”
Ayah Norman :
“Sudahlah Bu, tidak usah memaksakan kehendak, mungkin memang belum diberi
amanah oleh Tuhan.”
Ibu Norman :
“Ih, Bapak gimana toh. Ibu ini malu juga ditanya sama orang kapan punya cucu.”
“Lagi pula kamu adalah anak tunggal le, siapa
lagi yang akan memberikan keturunan untuk bapak dan ibumu ini?” (sambil
mengarah pada Norman)
Saudara Sepupu :
“Bodoh sekali kamu Norman, kenapa kamu dulu menikahi Idha
sebagai istrimu.”
Narator :
Norman hanya diam mendengarkan apa yang di katakan oleh Ibu dan Saudara
sepupunya. Lalu dia meminta izin dengan alasan untuk pergi menemui sang istri
di rumahnyai.
Norman :
“Saya permisi dulu, istri saya telah menunggu.” (sambil meninggalkan meja
makan)
Narator :
Namun saat itu Norman sebenarnya tidak langsung pulang ke rumah untuk menemui
sang istri, melainkan pergi menemui teman-temannya. Pada tengah malam, Norman
baru dalam keadaan setengah mabuk dalam perjalanan, ia mengemudi sembari mengonsumsi
alkohol. Setelah sampai ke rumah, ia langsung membentak istrinya.
Norman :
“Perempuan tak berguna! Perempuan yang tak bisa menyenangkan suami! Aku
menyesal kenapa aku dulu memilih untuk menikahimu, aku membuang banyak kesempatanku
untuk memilih perempuan yang lebih baik! Dan aku tidak tahan berpikir harus
menghabiskan sisa hidupku dengan perempuan seperti kamu!”
(sempoyongan mendatangi Idha dengan emosi)
(Idha hanya terdiam menunduk menerima segala
cercaan dari suaminya.)
(melihat tajam ke arah Idha, lalu membalikkan
badan sembari menghentakkan kaki
pergi menninggalkan Idha)
Narator :
Selama ini Idha selalu pasrah, dia menyadari kekurangannya yang tak sempurna
sebagai perempuan. Dia rela di madu, tetapi tidak mau diceraikan, karena ia sangat
mencintai Norman. Sejak saat itu, Norman jarang pulang.
BABAK 2
Narator :
Keesokan harinya, keluarga Norman kedatangan tamu yaitu Anissa dan kebetulan
Norman sedang berada di kediaman orang tuanya namun tanpa ditemani oleh Idha
istrinya.
Saudara Sepupu :
“Waduh, Anissa makin cantik saja ya setelah pulang dari Belanda.”
Anissa :
“Duh, biasa saja kok mbak. (lalu Anissa melihat Norman yang sedang berjalan dan
menyapanya). “Eh, mas Norman ya? Apa kabar mas?” (Kemudian mereka berdua pun
saling berpelukan cipika-cipiki, wkwk
Norman :
“Eh, Anissa, kamu ada di sini? Wah, sejak kapan kamu balik ke Indo? Kabarku
baik kok. Kamu sendiri gimana setelah dari Belanda?”
Anissa :
“Kabarku baik kok mas, baru kemarin sampai ke Indonesia?”
Saudara Sepupu :
“Yasudah, kaian mengobrol terlebih dahulu ya. Kakak ambilkan minum dulu. Ayah
dan Ibunya Norman masih tidak ada di rumah karena sedang pergi ke kondangan”
(Sambil memberi kode kepada Norman untuk mendekatinya)
BABAK 3
Narator :
Sejak saat itu Norman jarang pulang dan Norman sering menemui Anissa yang baru
saja pulang ari Belanda tersebut. Kemudian setelah itu Norman mengungkapkan
sesuatu kepada Idha saat makan malam berlangsung di rumah pribadinya.
Norman :
“Aku akan menikah lagi,” (dengan sikap dingin)
Idha :
(menarik nafas dalam) “Kapan?” (dengan nada lembut)
Norman :
“Minggu depan. Ibu menjodohkanku dengan Anissa, Anissa pulang dari Belanda
setelah menyelesaikan gelar masternya, kamu ingat Anissa?”
Idha :
“Ya,aku ingat. Dia dulu yang di jodohkan denganmu. Kalian menjalankan hubungan
jarak jauh, lalu kamu memutuskan untuk menikah denganku.”
Norman :
“Kau setuju kan Idha? Karena kalau kamu tidak setuju, aku terpaksa mengikuti
saran ibu untuk menceraikanmu..”
Idha :
“Aku setuju mas,” (potong Idha)
Norman :
“Bagus, bersikap baiklah kepadanya. Karena dia akan tinggal disini bersama
kita.” (bangkit dari duduknya) “Aku harus menjemput Anissa ke sini,
masaklah, kami akan makan siang disini.”
(tersenyum bahagia seperti orang yang
sedang jatuh cinta)
Idha :
“Baik mas,” (beranjak pergi kedapur)
BABAK 4
Narator :
Pernikahan Norman dengan Anissa pun terjadi, Idha turut menghadiri acara tersebut
dengan hati hancur. Anissa mulai tinggal di rumah mereka dan
menguasainya. Sampai kemudian Anissa hamil dan
tingkah jahatnya semakin
menjadi, memperlakukan Idha seperti seorang
pembantu namun Norman hanya diam
saja. Hingga suatu hari Idha merasa kalau
badannya terasa sakit.
Anissa :
“Mbak Idha, tolong bersihkan kamarku ya, aku tidak bisa melakukannya karena
dokter melarangku untuk melakukan pekerjaan berat.”
Idha :
“Akan aku bersihkan, setelah aku memasak untuk makan siang.”
Anissa :
“Terserah, aku akan pergi untuk menemui teman-temanku. Oh ya satu lagi tolong
gantikan sprei kamarku.”
Idha :
“ya,”
Idha :
“Mas, perutku terasa sakit sekali!” (kesakitan memegang perut)
Norman :
“Perlu ke dokter?”
Idha
: “Sepertinya aku harus ke dokter”
Norman :
“Baiklah kita ke dokter saja, semoga hanya sakit biasa”
(berjalan mengikuti Idha lalu berpapasan dengan
Anissa)
Anissa :
“Kalian mau kemana?”
Norman :
“Mau ke dokter, Idha merasa kurang enak badan.”
Anissa :
“Manja sekali mbak Idha, aku saja yang sedang hamil sehat kuat.”
Norman :
“Sudahlah, biar aku antar Idha ke dokter”
Anissa :
“Mas, anak yang di dalam perut ini sedang ingin makan manisan mangga. Bagamana
kalau kita saja yang pergi, nanti kita belikan mbak Idha obat.”
Idha :
“Baiklah, aku akan tiduran sambil menunggu kalian kembali.”
(menunggu terlalu lama)
Idha :
“Bik Sumi, tolong antarkan saya ke rumah sakit ya.. saya sudah tidak tahan lagi.
Mas Norman lama sekali membelikan obat.” (sembari merintih kesakitan)
Bi Sumi :
“Baiklah nyonya, saya akan mencari taksi terlebih dulu.”
Narator :
Setelah selesai diperiksa oleh dokter, Idha menanyakan apa penyakit yang
dialami oleh dirinya.
Idha :
“Dok, apa yang sebenarnya teradi pada saya Dok?”
Dokter :
“Maaf sebelumnya bu, Ibu sedang terkena penyakit kanker hati stadium 3. Apakah
ibu tidak pernah pergi periksa sebelum-sebelumnya?”
Idha :
“Apa Dok? Yang benar saja Dok?” (sambil menangis) “Ya, akhir-akhir ini saya
memang sering tidak enak badan dan mudah lelah. Saya juga tidak periksa
sebelum-sebelumnya.”
Dokter :
“Ya, benar sekali. Ibu harus menjalani operasi dan rawat inap sampai sel-sel
kankernya berkurang.”
Idha :
“Ba, baik Dok.”
Dokter :
“Perawat, tolong persiapkan peralatannya ya.”
Perawat :
“Baik Dok.”
Narator :
Idha terpaksa menjalani rawat inap, dan Bi Sumi sajalah yang setia
menungguinya.
BABAK 5
Narator :
Selang beberapa hari, Anissa menemui seorang lelaki yang merupakan kekasih aslinya
sebelum menikah dengan Norman.
Anissa :
“Tenang sayangku, sebentar lagi kita akan kaya. Aku akan mengambil alih
kekayaan Norman dengan anak yang aku kandung darimu ini.”
Suami Anissa :
“Iya sayang, aku akan menunggumu kok. Setelah anak kita lahir, Kamu harus
mengatas namakan anak kita di surat-surat berharga milik Norman.”
Anissa :
“Siap mas.” (Sambil mencubit gemas pipi suaminya)
BABAK 6
Narator : Idha masih tetap dirawat
di Rumah Sakit
Idha :
“Mas Norman ngga datang bik?”
Bi Sumi :
“Tidak nyonya.”
Idha :
“Tolong sampaikan ke Mas Norman kalau saya tidak sempat bertemu dengannya.
Bilang padanya kalau saya mencintainya.”
Bi Sumi :
“Baik nyonya, pasti saya sampaikan.” (sembari sesenggukan menangis)
Idha :
“Jangan nangis bik, aku tidak apa-apa kok. Aku malah lega, sepertinnya semua
nyeri ini akan segera berakhir-“ (menarik nafas panjang terakhirnya sambil tersenyum)
Narator :
Idha menghembuskan nafas terakhirnya sambil tersenyum. Ia dimakamkan di
pemakaman kawasan tempat tinggalnya yang bersama Norman, Suaminya.
BABAK 7
Narator :
Setelah 7 bulan, Anissa melahirkan
seorang bayi laki-laki dan anak itu bertumbuh besar hingga memasuki masa remaja.
Anak tersebut diberi nama Bimo. Di suatu hari kemudian, Anissa berpikir
bagaimana cara agar Norman memindah tangan kekayaannya kepada anak Anissa.
Anissa :
“Haduh, aku harus cepat-cepat nih menyuruh mas Norman memindah tangan
kekayaannya kepada Bimo, sebelum dia tahu kalau Bimo bukanlah darag dagingnya.”
(bergumam di kamarnya)
(Lalu Norman masuk ke dalam kamar)
Anissa :
“Eh, Ayah.”
Norman :
“Ada apa? Sepetinya kau kaget begitu?”
Anissa :
“Hehe, tidak ada apa-apa kok Yah.”
Anissa :
“Ehh... Yah, Ayah kapan sih bisa memindahtangankan surat-surat berharga ini
kepada anak kita? Anak kita kan sebentar lagi akan menjadi dewasa dan akan
menjadi penerus perusahaan Ayah.” (sambil memijat punggung Norman)
Norman :
“Kenapa harus terburu-buru sih Bun? Bimo juga kan masih kecil, masih belum
waktunya mendapat ahli waris. Orang ayah juga kan masih sehat-sehat saja.”
Anissa :
“Ih, Ayah, seharusnya kita itu harus memikirkan masa depan anak kita Yah.
Lagian juga tidak berpengaruh apa-apa kalau Bimo masih kecil, Yah. Ini demi
kelangsungan keluarga kita Yah.”
Norman :
“Iya, sabar ya Bun, besok Ayah akan urus segalanya.”
Anissa ` : “Duh, Ayah memang baik deh.”
Narator : Keesokan harinya
Norman : “Bun, Ayah sudah menandatangani
surat ahli waris ini kepada Bimo ya.”
Anissa : “Wah, yang benar Yah? Bagus deh
Yah kalau begitu. Yuk kita makan malam dulu Yah. Bimo, ayo kita makan malam
dulu nak!”
Narator :
Makan malampun berlangsung dan Anissa pergi ke dapur untuk menelpon seseorang
Anissa :
“Bunda ke dapur dulu ya.” (sambil senyum-senyum)
(sesampai di dapur)
Anissa :
(mencari kontak selingkuhannya di handphone) “Mas, mas, ada kabar baik lho
mas!”
Kekasih Anissa :
“Kabar baik apa sayang?”
Anissa :
“Duh, pokoknya besok kita harus ketemu deh di restoran ya sayang, emmuach!”
Narator :
Anissa tidak sadar kalau Norman sedang menguping dibalik tembok dapur, sambil
menggenggamkan tangannya ke dada Norman merasa kecewa namun tidak berontak. Ia
memiliki ide untuk mengikuti Anissa besok tanpa sepengetahuannya.
BABAK 8
Anissa :
“Hai sayang.” (cipika-cipiki dengan kekasihnya)
Kekasih Anissa :
“Halo sayang.” “Mbak menu ya!” (menunjuk kepada pelayan)
Anissa :
“Sayang, aku ada hadiah untuk kamu.” (sambil menunjukkan copy-an surat berharga
yang telah ditandatangani oleh Norman)
Kekekasih Anissa : “Waduh, mantap sayang, sayangku memang the best. Sebentar
lagi kita akan hidup kaya yang!”
(mereka tidak sadar kalau Norman sedang berada
di restoran itu, tiba-tiba Norman menghampiri mereka berdua karena telah
mendengar percakapan mereka)
Norman :
“Anissa, apa-apaan kau ini? Saya telah mendengarkan semuanya Anissa! Tega
sekali kau Anissa menipuku seperti ini”
Anissa :
“Loh, mas Norman! Tunggu mas, saya akan menjelaskan semuanya!”
Norman :
“Tidak ada yang perlu dijelaskan Anissa! Kau telah mendapatkan semuanya!”
(sambil terjatuh kesakitan memegang dadanya)
Anissa :
“Mas, mas Norman! Bangun mas!” (berpura-pura panik) “Mas, tolong mas!”
(Kemudian Norman dibawa ke rumah sakit)
Anissa :
“Bagaimana keadaan suami saya Dok?”
Dokter :
“Maaf sebelumnya Bu, suami ibu mengalami stroke.”
Anissa :
“A... Apa Dok? Stroke? Ga mungkin sampai seperti itu Dok! Tolong diperiksa
kembali Dok! (Sambil melirik ke arah kekasihnya dan memberi kode bahwa itu
berita gembira)
Dokter :
“Pemeriksaan kami sudah mutlak Ibu dan Ibu bisa mengecek keadaannya sekarang.”
(Dokter meninggalkan mereka)
Anissa :
“Yes, akhirnya mas Norman sudah tidak bisa apa-apa lagi mas!”
Kekasih Anissa :
“Iya, jadi kita bisa lebih cepat menyingkirkan orang itu.”
Anissa :
“Ayo kita lihat keadaannya terlebih dahulu!”
(Sampai di kamar inap Norman)
Anissa :
“Halo, mas Norman, maaf ya Anissa telah berbuat jahat kepada mas. Mas sudah tau
semuanya kan? Jadi mas, sebenarnya Bimo itu anak dari kekasih aku yang sekarang
berada di depan mas Norman ini. Mas tau tidak kalau sebenarnya mas Norman itu
mandul? Sayang sekali mas ini, sekarang sudah stroke dan tidak bisa apa-apa
lagi. Tapi tenang kok mas, kami akan mengantarkan mas Norman ke panti jompo,
mas akan dapat perawatan di sana.
Narator :
Norman hanya bisa menjawab pernyataan Anissa dengan sebuah tangisan, Norman
masih dalam keadaan tidak bisa berbicara dan mereka berdua meninggalkan Norman.
Sesuai janjinya, Anissa mengantarkan Norman ke panti jompo setelah Norman
selesai dirawat inap.
Narator :
Setelah 10 tahun kemudian, Norman mengunjungi sebuah makam dengan fisiknya yang
sudah tua rapuh
Norman :
(setelah selesai berdoa) “aku mencintaimu istriku, maafkan aku. Ternyata aku
yang mandul. Ternyata akulah yang tidak mampu memberikan keturunan, dokter memstikannya
ketika aku memeriksakan diri karena tak kunjung di beri anak kedua.
Anak yang dilahirkan Anissa merupakan anaknya
dengan kekasihnya. Anissa berhasil
membujukku untuk memindahkan semua kekayaanku
atas nama anak itu. Aku tidak
menyesal, tetapi aku menyesal atas apa yang
sudah ku perbuat kepadamu.”
BABAK 1
Narator : Norman adalah seorang pengusaha
sukses yang berkecukupan, dan ia mencintai Idha istrinya. Pernikahan mereka
bahagia, tetapi semuanya berubah setelah masa lima tahun pernikahan mereka
berlalu dan Idha tak kunjung hamil. Keluarga
besar Norman adalah keturunan ningrat dengan
Norman sebagai anak satu-satunya.
Suatu hari Norman mengikuti makan bersama
keluarga besarnya tanpa Idha.
Ibu Norman : “Norman, sudah lima tahun kamu
menikah dengan Idha. Belum
adakah tanda-tanda Idha hamil?“ (dengan nada
ketus)
Norman : “ Belum bu ” (ia bersikap acuh)
Ibu Norman : “Apa mungkin Idha mandul? Ceraikan
saja dia, atau kamu mau
mengambil istri kedua? Ada banyak anak
perempuan dari teman Ibu yang masih
lajang, mungkin kamu mau berkenalan dengan
salah satu dari mereka? Mereka juga
keturunan ningrat sama seperti kita,tidak
seperti istrimu Idha yang dari kalangan
biasa.”
Saudara Sepupu :
“Benar kata ibumu itu Norman.”
Ayah Norman :
“Sudahlah Bu, tidak usah memaksakan kehendak, mungkin memang belum diberi
amanah oleh Tuhan.”
Ibu Norman :
“Ih, Bapak gimana toh. Ibu ini malu juga ditanya sama orang kapan punya cucu.”
“Lagi pula kamu adalah anak tunggal le, siapa
lagi yang akan memberikan keturunan untuk bapak dan ibumu ini?” (sambil
mengarah pada Norman)
Saudara Sepupu :
“Bodoh sekali kamu Norman, kenapa kamu dulu menikahi Idha
sebagai istrimu.”
Narator :
Norman hanya diam mendengarkan apa yang di katakan oleh Ibu dan Saudara
sepupunya. Lalu dia meminta izin dengan alasan untuk pergi menemui sang istri
di rumahnyai.
Norman :
“Saya permisi dulu, istri saya telah menunggu.” (sambil meninggalkan meja
makan)
Narator :
Namun saat itu Norman sebenarnya tidak langsung pulang ke rumah untuk menemui
sang istri, melainkan pergi menemui teman-temannya. Pada tengah malam, Norman
baru dalam keadaan setengah mabuk dalam perjalanan, ia mengemudi sembari mengonsumsi
alkohol. Setelah sampai ke rumah, ia langsung membentak istrinya.
Norman :
“Perempuan tak berguna! Perempuan yang tak bisa menyenangkan suami! Aku
menyesal kenapa aku dulu memilih untuk menikahimu, aku membuang banyak kesempatanku
untuk memilih perempuan yang lebih baik! Dan aku tidak tahan berpikir harus
menghabiskan sisa hidupku dengan perempuan seperti kamu!”
(sempoyongan mendatangi Idha dengan emosi)
(Idha hanya terdiam menunduk menerima segala
cercaan dari suaminya.)
(melihat tajam ke arah Idha, lalu membalikkan
badan sembari menghentakkan kaki
pergi menninggalkan Idha)
Narator :
Selama ini Idha selalu pasrah, dia menyadari kekurangannya yang tak sempurna
sebagai perempuan. Dia rela di madu, tetapi tidak mau diceraikan, karena ia sangat
mencintai Norman. Sejak saat itu, Norman jarang pulang.
BABAK 2
Narator :
Keesokan harinya, keluarga Norman kedatangan tamu yaitu Anissa dan kebetulan
Norman sedang berada di kediaman orang tuanya namun tanpa ditemani oleh Idha
istrinya.
Saudara Sepupu :
“Waduh, Anissa makin cantik saja ya setelah pulang dari Belanda.”
Anissa :
“Duh, biasa saja kok mbak. (lalu Anissa melihat Norman yang sedang berjalan dan
menyapanya). “Eh, mas Norman ya? Apa kabar mas?” (Kemudian mereka berdua pun
saling berpelukan cipika-cipiki, wkwk
Norman :
“Eh, Anissa, kamu ada di sini? Wah, sejak kapan kamu balik ke Indo? Kabarku
baik kok. Kamu sendiri gimana setelah dari Belanda?”
Anissa :
“Kabarku baik kok mas, baru kemarin sampai ke Indonesia?”
Saudara Sepupu :
“Yasudah, kaian mengobrol terlebih dahulu ya. Kakak ambilkan minum dulu. Ayah
dan Ibunya Norman masih tidak ada di rumah karena sedang pergi ke kondangan”
(Sambil memberi kode kepada Norman untuk mendekatinya)
BABAK 3
Narator :
Sejak saat itu Norman jarang pulang dan Norman sering menemui Anissa yang baru
saja pulang ari Belanda tersebut. Kemudian setelah itu Norman mengungkapkan
sesuatu kepada Idha saat makan malam berlangsung di rumah pribadinya.
Norman :
“Aku akan menikah lagi,” (dengan sikap dingin)
Idha :
(menarik nafas dalam) “Kapan?” (dengan nada lembut)
Norman :
“Minggu depan. Ibu menjodohkanku dengan Anissa, Anissa pulang dari Belanda
setelah menyelesaikan gelar masternya, kamu ingat Anissa?”
Idha :
“Ya,aku ingat. Dia dulu yang di jodohkan denganmu. Kalian menjalankan hubungan
jarak jauh, lalu kamu memutuskan untuk menikah denganku.”
Norman :
“Kau setuju kan Idha? Karena kalau kamu tidak setuju, aku terpaksa mengikuti
saran ibu untuk menceraikanmu..”
Idha :
“Aku setuju mas,” (potong Idha)
Norman :
“Bagus, bersikap baiklah kepadanya. Karena dia akan tinggal disini bersama
kita.” (bangkit dari duduknya) “Aku harus menjemput Anissa ke sini,
masaklah, kami akan makan siang disini.”
(tersenyum bahagia seperti orang yang
sedang jatuh cinta)
Idha :
“Baik mas,” (beranjak pergi kedapur)
BABAK 4
Narator :
Pernikahan Norman dengan Anissa pun terjadi, Idha turut menghadiri acara tersebut
dengan hati hancur. Anissa mulai tinggal di rumah mereka dan
menguasainya. Sampai kemudian Anissa hamil dan
tingkah jahatnya semakin
menjadi, memperlakukan Idha seperti seorang
pembantu namun Norman hanya diam
saja. Hingga suatu hari Idha merasa kalau
badannya terasa sakit.
Anissa :
“Mbak Idha, tolong bersihkan kamarku ya, aku tidak bisa melakukannya karena
dokter melarangku untuk melakukan pekerjaan berat.”
Idha :
“Akan aku bersihkan, setelah aku memasak untuk makan siang.”
Anissa :
“Terserah, aku akan pergi untuk menemui teman-temanku. Oh ya satu lagi tolong
gantikan sprei kamarku.”
Idha :
“ya,”
Idha :
“Mas, perutku terasa sakit sekali!” (kesakitan memegang perut)
Norman :
“Perlu ke dokter?”
Idha
: “Sepertinya aku harus ke dokter”
Norman :
“Baiklah kita ke dokter saja, semoga hanya sakit biasa”
(berjalan mengikuti Idha lalu berpapasan dengan
Anissa)
Anissa :
“Kalian mau kemana?”
Norman :
“Mau ke dokter, Idha merasa kurang enak badan.”
Anissa :
“Manja sekali mbak Idha, aku saja yang sedang hamil sehat kuat.”
Norman :
“Sudahlah, biar aku antar Idha ke dokter”
Anissa :
“Mas, anak yang di dalam perut ini sedang ingin makan manisan mangga. Bagamana
kalau kita saja yang pergi, nanti kita belikan mbak Idha obat.”
Idha :
“Baiklah, aku akan tiduran sambil menunggu kalian kembali.”
(menunggu terlalu lama)
Idha :
“Bik Sumi, tolong antarkan saya ke rumah sakit ya.. saya sudah tidak tahan lagi.
Mas Norman lama sekali membelikan obat.” (sembari merintih kesakitan)
Bi Sumi :
“Baiklah nyonya, saya akan mencari taksi terlebih dulu.”
Narator :
Setelah selesai diperiksa oleh dokter, Idha menanyakan apa penyakit yang
dialami oleh dirinya.
Idha :
“Dok, apa yang sebenarnya teradi pada saya Dok?”
Dokter :
“Maaf sebelumnya bu, Ibu sedang terkena penyakit kanker hati stadium 3. Apakah
ibu tidak pernah pergi periksa sebelum-sebelumnya?”
Idha :
“Apa Dok? Yang benar saja Dok?” (sambil menangis) “Ya, akhir-akhir ini saya
memang sering tidak enak badan dan mudah lelah. Saya juga tidak periksa
sebelum-sebelumnya.”
Dokter :
“Ya, benar sekali. Ibu harus menjalani operasi dan rawat inap sampai sel-sel
kankernya berkurang.”
Idha :
“Ba, baik Dok.”
Dokter :
“Perawat, tolong persiapkan peralatannya ya.”
Perawat :
“Baik Dok.”
Narator :
Idha terpaksa menjalani rawat inap, dan Bi Sumi sajalah yang setia
menungguinya.
BABAK 5
Narator :
Selang beberapa hari, Anissa menemui seorang lelaki yang merupakan kekasih aslinya
sebelum menikah dengan Norman.
Anissa :
“Tenang sayangku, sebentar lagi kita akan kaya. Aku akan mengambil alih
kekayaan Norman dengan anak yang aku kandung darimu ini.”
Suami Anissa :
“Iya sayang, aku akan menunggumu kok. Setelah anak kita lahir, Kamu harus
mengatas namakan anak kita di surat-surat berharga milik Norman.”
Anissa :
“Siap mas.” (Sambil mencubit gemas pipi suaminya)
BABAK 6
Narator : Idha masih tetap dirawat
di Rumah Sakit
Idha :
“Mas Norman ngga datang bik?”
Bi Sumi :
“Tidak nyonya.”
Idha :
“Tolong sampaikan ke Mas Norman kalau saya tidak sempat bertemu dengannya.
Bilang padanya kalau saya mencintainya.”
Bi Sumi :
“Baik nyonya, pasti saya sampaikan.” (sembari sesenggukan menangis)
Idha :
“Jangan nangis bik, aku tidak apa-apa kok. Aku malah lega, sepertinnya semua
nyeri ini akan segera berakhir-“ (menarik nafas panjang terakhirnya sambil tersenyum)
Narator :
Idha menghembuskan nafas terakhirnya sambil tersenyum. Ia dimakamkan di
pemakaman kawasan tempat tinggalnya yang bersama Norman, Suaminya.
BABAK 7
Narator :
Setelah 7 bulan, Anissa melahirkan
seorang bayi laki-laki dan anak itu bertumbuh besar hingga memasuki masa remaja.
Anak tersebut diberi nama Bimo. Di suatu hari kemudian, Anissa berpikir
bagaimana cara agar Norman memindah tangan kekayaannya kepada anak Anissa.
Anissa :
“Haduh, aku harus cepat-cepat nih menyuruh mas Norman memindah tangan
kekayaannya kepada Bimo, sebelum dia tahu kalau Bimo bukanlah darag dagingnya.”
(bergumam di kamarnya)
(Lalu Norman masuk ke dalam kamar)
Anissa :
“Eh, Ayah.”
Norman :
“Ada apa? Sepetinya kau kaget begitu?”
Anissa :
“Hehe, tidak ada apa-apa kok Yah.”
Anissa :
“Ehh... Yah, Ayah kapan sih bisa memindahtangankan surat-surat berharga ini
kepada anak kita? Anak kita kan sebentar lagi akan menjadi dewasa dan akan
menjadi penerus perusahaan Ayah.” (sambil memijat punggung Norman)
Norman :
“Kenapa harus terburu-buru sih Bun? Bimo juga kan masih kecil, masih belum
waktunya mendapat ahli waris. Orang ayah juga kan masih sehat-sehat saja.”
Anissa :
“Ih, Ayah, seharusnya kita itu harus memikirkan masa depan anak kita Yah.
Lagian juga tidak berpengaruh apa-apa kalau Bimo masih kecil, Yah. Ini demi
kelangsungan keluarga kita Yah.”
Norman :
“Iya, sabar ya Bun, besok Ayah akan urus segalanya.”
Anissa ` : “Duh, Ayah memang baik deh.”
Narator : Keesokan harinya
Norman : “Bun, Ayah sudah menandatangani
surat ahli waris ini kepada Bimo ya.”
Anissa : “Wah, yang benar Yah? Bagus deh
Yah kalau begitu. Yuk kita makan malam dulu Yah. Bimo, ayo kita makan malam
dulu nak!”
Narator :
Makan malampun berlangsung dan Anissa pergi ke dapur untuk menelpon seseorang
Anissa :
“Bunda ke dapur dulu ya.” (sambil senyum-senyum)
(sesampai di dapur)
Anissa :
(mencari kontak selingkuhannya di handphone) “Mas, mas, ada kabar baik lho
mas!”
Kekasih Anissa :
“Kabar baik apa sayang?”
Anissa :
“Duh, pokoknya besok kita harus ketemu deh di restoran ya sayang, emmuach!”
Narator :
Anissa tidak sadar kalau Norman sedang menguping dibalik tembok dapur, sambil
menggenggamkan tangannya ke dada Norman merasa kecewa namun tidak berontak. Ia
memiliki ide untuk mengikuti Anissa besok tanpa sepengetahuannya.
BABAK 8
Anissa :
“Hai sayang.” (cipika-cipiki dengan kekasihnya)
Kekasih Anissa :
“Halo sayang.” “Mbak menu ya!” (menunjuk kepada pelayan)
Anissa :
“Sayang, aku ada hadiah untuk kamu.” (sambil menunjukkan copy-an surat berharga
yang telah ditandatangani oleh Norman)
Kekekasih Anissa : “Waduh, mantap sayang, sayangku memang the best. Sebentar
lagi kita akan hidup kaya yang!”
(mereka tidak sadar kalau Norman sedang berada
di restoran itu, tiba-tiba Norman menghampiri mereka berdua karena telah
mendengar percakapan mereka)
Norman :
“Anissa, apa-apaan kau ini? Saya telah mendengarkan semuanya Anissa! Tega
sekali kau Anissa menipuku seperti ini”
Anissa :
“Loh, mas Norman! Tunggu mas, saya akan menjelaskan semuanya!”
Norman :
“Tidak ada yang perlu dijelaskan Anissa! Kau telah mendapatkan semuanya!”
(sambil terjatuh kesakitan memegang dadanya)
Anissa :
“Mas, mas Norman! Bangun mas!” (berpura-pura panik) “Mas, tolong mas!”
(Kemudian Norman dibawa ke rumah sakit)
Anissa :
“Bagaimana keadaan suami saya Dok?”
Dokter :
“Maaf sebelumnya Bu, suami ibu mengalami stroke.”
Anissa :
“A... Apa Dok? Stroke? Ga mungkin sampai seperti itu Dok! Tolong diperiksa
kembali Dok! (Sambil melirik ke arah kekasihnya dan memberi kode bahwa itu
berita gembira)
Dokter :
“Pemeriksaan kami sudah mutlak Ibu dan Ibu bisa mengecek keadaannya sekarang.”
(Dokter meninggalkan mereka)
Anissa :
“Yes, akhirnya mas Norman sudah tidak bisa apa-apa lagi mas!”
Kekasih Anissa :
“Iya, jadi kita bisa lebih cepat menyingkirkan orang itu.”
Anissa :
“Ayo kita lihat keadaannya terlebih dahulu!”
(Sampai di kamar inap Norman)
Anissa :
“Halo, mas Norman, maaf ya Anissa telah berbuat jahat kepada mas. Mas sudah tau
semuanya kan? Jadi mas, sebenarnya Bimo itu anak dari kekasih aku yang sekarang
berada di depan mas Norman ini. Mas tau tidak kalau sebenarnya mas Norman itu
mandul? Sayang sekali mas ini, sekarang sudah stroke dan tidak bisa apa-apa
lagi. Tapi tenang kok mas, kami akan mengantarkan mas Norman ke panti jompo,
mas akan dapat perawatan di sana.
Narator :
Norman hanya bisa menjawab pernyataan Anissa dengan sebuah tangisan, Norman
masih dalam keadaan tidak bisa berbicara dan mereka berdua meninggalkan Norman.
Sesuai janjinya, Anissa mengantarkan Norman ke panti jompo setelah Norman
selesai dirawat inap.
Narator :
Setelah 10 tahun kemudian, Norman mengunjungi sebuah makam dengan fisiknya yang
sudah tua rapuh
Norman :
(setelah selesai berdoa) “aku mencintaimu istriku, maafkan aku. Ternyata aku
yang mandul. Ternyata akulah yang tidak mampu memberikan keturunan, dokter memstikannya
ketika aku memeriksakan diri karena tak kunjung di beri anak kedua.
Anak yang dilahirkan Anissa merupakan anaknya
dengan kekasihnya. Anissa berhasil
membujukku untuk memindahkan semua kekayaanku
atas nama anak itu. Aku tidak
menyesal, tetapi aku menyesal atas apa yang
sudah ku perbuat kepadamu.”
END
0 Response to "CONTOH KONVERSI TEKS CERPEN MENJADI NASKAH DRAMA"
Posting Komentar